Tulisan Hukum – Pengelolaan Bantuan Penanganan Covid-19 Oleh Pemerintah Daerah yang Bersumber dari Hibah Termasuk Sumbangan Dari Masyarakat Atau Pihak Ketiga

Sumber foto: https://www.beritasatu.com

 

A. PENDAHULUAN

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sebagai pandemi telah mengakibatkan jumlah korban jiwa yang sangat tinggi dan berpengaruh besar di berbagai aspek, mulai dari aspek sosial, ekonomi, hingga kesejahteraan masyarakat. Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah (Pemda), dituntut melakukan banyak hal untuk mengatasi dampak Covid-19 sekaligus melaksanakan program percepatan penanganan Covid-19. Namun, keterbatasan dana Pemda mekanisme pengelolaan keuangan daerah, dimana setiap pengeluaran Kas Daerah harus didasarkan pada anggaran belanja yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) atau Qanun menjadi suatu dinamika dalam penanganan pandemi Covid-19.

Penanganan Covid-19 sebagaimana bencana lainnya, tidak jarang memunculkan berbagai gerakan partisipasi masyarakat (termasuk pihak ketiga/sektor swasta) di berbagai daerah. Partisipasi dimaksud antara lain dalam bentuk pemberian hibah/sumbangan baik berupa uang, barang habis pakai, maupun aset tetap. Partisipasi tersebut dapat melalui Pemda, yang kemudian menyalurkannya kepada pihak yang terdampak Covid-19. Sesuai ketentuan umum pengelolaan keuangan daerah tentang hibah daerah, Pemda dapat menerima hibah yang berasal dari kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri[1]. Penerimaan hibah oleh Pemda tersebut dianggarkan dalam APBD sebagai Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah pada jenis pendapatan hibah[2], dan penggunaan dana hibah dianggarkan sebagai belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan[3]. Dalam hal APBD telah ditetapkan, penggunaan dana hibah dapat dilaksanakan untuk kemudian dianggarkan dalam Perubahan APBD[4].

Yang menjadi permasalahan adalah hibah atau sumbangan dari masyarakat maupun pihak ketiga dalam rangka penanganan Covid-19 bersifat insidentil dan mendesak untuk segera disalurkan kepada masyarakat terdampak. Apabila pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran hibah/sumbangan tersebut harus dilakukan melalui mekanisme APBD maka pelaksanaannya akan terhambat, terlebih proses perubahan APBD memerlukan waktu yang cukup panjang dan biasanya telah terjadwal pada semester II tahun anggaran berjalan.

Contoh penerimaan hibah/sumbangan yang bersumber dari partisipasi masyarakat dan pihak ketiga untuk penanganan Covid-19 sebagaimana terjadi di Kabupaten Buol, dimana Pemerintah Kabupaten Buol merespon inisiatif penerimaan dan penyaluran sumbangan/bantuan dari masyarakat tersebut dengan membentuk Tim Donasi Masyarakat Peduli Dampak Covid-19 (Tim Donasi) berdasarkan Keputusan Bupati Buol Nomor 188.04/257.42/BAG.KESRA/2020, dengan keanggotaan terdiri atas pejabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Buol. Dalam pelaksanaannya, Tim Donasi menerima sumbangan masyarakat dalam bentuk uang tunai atau melalui transfer ke rekening Tim Donasi dan bantuan bahan pokok makanan, dan kemudian langsung menyalurkan kepada masyarakat terdampak Covid-19. Namun demikian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih memberikan catatan atas pelaksanaan tugas Tim Donasi Kabupaten Buol yang belum sesuai ketentuan, sebagaimana diungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksan (LHP) BPK Nomor 10.B/LHP/XIX.PLU/05/2021 tanggal 22 Mei 2021. Dalam LHP BPK tersebut, disoroti mengenai adanya kelemahan pengelolaan sumbangan/bantuan dari masyarakat untuk penanganan Covid-19 oleh Tim Donasi.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka terdapat permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan hukum ini, yaitu:

  1. Bagaimana tanggung jawab Pemda dalam penanganan Covid-19?

  2. Bagaimana mekanisme pengelolaan hibah, termasuk sumbangan uang atau barang dari masyarakat dan pihak ketiga, oleh Pemda untuk penanganan Covid-19?

C. PEMBAHASAN

Dalam rangka percepatan penanganan pandemi Covid-19, Presiden melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Anggaran, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah mengamanatkan Menteri Dalam Negeri untuk mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam rangka percepatan penggunaan APBD atau perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD untuk percepatan penanganan Covid-19 kepada gubernur/bupati/wali kota.

Sebagai tindak lanjut Inpres tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) diantaranya telah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah. Permendagri tersebut memberikan kemudahan bagi Pemda dalam penganggaran dan belanja daerah pada APBD untuk percepatan penanganan Covid-19, yaitu Pemda dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD[5]. Pengeluaran tersebut dilakukan dengan pembebanan langsung pada belanja tidak terduga[6]. Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi, Pemda menggunakan dana dari hasil penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan lainnya serta pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan dan/atau memanfaatkan uang kas yang tersedia[7].

Kemudahan penganggaran penerimaan dan belanja daerah dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 diperuntukkan untuk belanja Covid-19 yang sumber dananya sudah dapat terencana sebagai penerimaan dalam APBD, seperti Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan lainnya. Namun, bagaimana jika sumber dana untuk belanja Covid-19 tersebut bersumber dari hibah/sumbangan dari masyarakat/pihak ketiga yang sifatnya insidentil (tidak terencana dan tidak dapat diprediksi sebelumnya) dan dapat berlangsung sepanjang tahun anggaran, sehingga jika harus dianggarkan dalam perubahan APBD kemungkinan besar tidak akan terakomodir seluruhnya, karena proses perubahan APBD memerlukan waktu yang cukup panjang dan biasanya telah terjadwal pada semester II tahun anggaran berjalan.

Sehubungan hal tersebut di atas, Permendagri Nomor 39 Tahun 2020 tentang Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi, dan Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 26 Tahun 2021, telah mengakomodir permasalahan tersebut. Berdasarkan Permendagri tersebut, pendapatan atas penerimaan dana yang bersumber dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis dalam bentuk uang/barang dapat digunakan langsung oleh OPD yang secara fungsional menangani pandemi Covid-19 dengan berpedoman pada Pasal 327 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 4 ayat (2) huruf c, Pasal 7 ayat (3), Pasal 7 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Paragraf 21 PSAP Nomor 02 Lampiran 1 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, serta IPSAP 02 Interpretasi 03, dan Buletin Teknis Nomor 13 Akuntansi Hibah. Penggunaan langsung sumbangan penerimaan dana yang bersumber dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis dalam bentuk uang, dilakukan tanpa terlebih dahulu disetor ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan secara analogis diterapkan pada belanja daerah. Penggunaan langsung sumbangan penerimaan dana yang bersumber dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis dalam bentuk barang, digunakan langsung oleh OPD yang secara fungsional menangani pandemi Covid-19[8].

Tata cara pelaksanaan dan penatausahaan serta pelaporan dan pertanggungjawaban sumbangan dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis sebagai berikut[9].

  1. Dalam bentuk uang

Dalam rangka menyelenggarakan fungsi perbendaharaan atas sumbangan dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis, gubernur/bupati/walikota menetapkan bendahara sumbangan penanganan pandemi Covid-19 atas usul kepala OPD yang secara fungsional menangani pandemi Covid-19 melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Bendahara sumbangan penanganan pandemi Covid-19 melaksanakan fungsi penerimaan dan pengeluaran sumbangan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Kepala OPD yang secara fungsional menangani pandemi Covid-19 membuka rekening sumbangan penanganan pandemi Covid-19 melalui Bendahara Umum Daerah (BUD) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal terdapat bunga/jasa giro dalam pengelolaan dana penanggulangan bencana yang bersumber dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis, dipindahbukukan ke RKUD. Dalam hal sampai dengan berakhirnya tahun anggaran masih terdapat sisa dana sumbangan, sisa dana tersebut disetor ke RKUD.

Tata cara pencatatan dan pengesahan pendapatan dan belanja sebagai berikut:

  1. Bendahara sumbangan penanganan pandemi Covid-19 mencatat pendapatan dan belanja pada buku kas umum (BKU) dan buku buku pembantu sekurang-kurangnya: buku pembantu kas tunai, buku pembantu bank, buku pembantu pajak dan buku pembantu rincian objek belanja. Bendahara mencatat dan menyampaikan realisasi pendapatan dan belanja setuap bulan kepada kepala OPD dengan melampirkan bukti-bukti belanja yang lengkap dan sah, paling lama tanggal 5 bulan berikutnya.

  2. Kepala OPD menyampaikan laporan realisasi pendapatan dan belanja dari bendahara kepada BUD setiap semester paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah semester yang bersangkutan berakhir. Berdasarkan laporan realisasi pendapatan dan belanja tersebut, kepala OPD menyampaikan Surat Permintaan Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) sumbangan penanganan pandemi Covid-19 kepada PPKD. Berdasarkan SP3B tersebut, PPKD selaku BUD menerbitkan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B). Pejabat Penatausahaan Keuangan OPD (PPK-OPD) melakukan pembukuan atas pendapatan dan belanja berdasarkan SP2B yang diterbitkan.

Tata cara pelaporan dan pertanggungjawaban pendapatan dan belanja sebagai berikut:

  1. Pendapatan dan belanja disajikan pada masing-masing pos dalam laporan keuangan OPD dan diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

  2. Dalam rangka penyusunan laporan keuangan, penerimaan sumbangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dalam bentuk uang diformulasikan dalam program dan kegiatan OPD yang secara fungsional menangani pandemi Covid-19.

  3. Dalam bentuk barang

Penerimaan hibah termasuk sumbangan dalam bentuk barang yang bersumber dari masyarakat atau pihak ketiga/sejenis dapat berupa aset tetap dan aset lancar berupa persediaan. Penerimaan hibah termasuk sumbangan dalam bentuk barang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) atau dokumen sumber lainnya sebagai dasar pencatatan penerimaan barang.

Mekanisme pencatatan dan pengesahan terhadap penerimaan hibah termasuk sumbangan dalam bentuk barang sebagai berikut:

a. Aset tetap

Berdasarkan BAST atau dokumen lain yang dipersamakan, pengurus barang pengguna/pengurus barang pembantu OPD yang secara fungsional menangani pandemi Covid-19 mencatat aset yang diterima sesuai ketentuan perundang-undangan. Berdasarkan hasil pencatatan aset tetap tersebut, PPK-OPD berdasarkan BAST atau dokumen lain yang dipersamakan melakukan pencatatan sumbangan berupa pendapatan-LO pada Laporan Operasional dan aset tetap pada Neraca saat sumbangan berupa aset tetap diterima. Pengukuran aset tetap sebesar nilai barang yang diserahkan berdasarkan BAST atau dokumen lain yang dipersamakan, dan jika data tersebut tidak dapat diperoleh maka dicatat berdasarkan estimasi nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. Dalam rangka pengesahan pendapatan-LO atas aset tetap, Kepala OPD selaku Pengguna Barang menerbitkan Surat Permintaan Pengesahan Sumbangan Barang (SP2SB) yang dilampiri BAST atau dokumen yang dipersamakan kepada BUD. BUD melakukan verifikasi  dan melakukan pengesahan dengan menerbitkan Surat Pengesahan Sumbangan Barang (SPSB).

b. Aset lancar berupa persediaan

Berdasarkan BAST atau dokumen lain yang dipersamakan, pengurus barang pengguna/pengurus barang pembantu OPD yang secara fungsional menangani pandemi Covid-19 mencatat aset lancar berupa persediaan yang diterima sesuai ketentuan perundang-undangan. Pengurus barang pengguna/pengurus barang pembantu melakukan pencatatan pengeluaran aset lancar berupa persediaan dan melakukan inventarisasi fisik (stock opname) pada akhir periode pelaporan. Berdasarkan inventarisasi fisik (stock opname), PPK-OPD mencatat dan melaporkan aset lancar berupa persediaan pada Laporan Operasional dan Neraca. Dalam rangka pengesahan pendapatan-LO atas aset lancar berupa persediaan, pada akhir periode pelaporan Kepala OPD selaku Pengguna Anggaran menerbitkan SP2SB dan menyampaikan kepada BUD dengan melampirkan rekapitulasi aset lancar berupa persediaan. BUD melakukan verifikasi dan melakukan pengesahan dengan menerbitkan SPSB.

D. PENUTUP

Kondisi pandemi Covid-19 memunculkan partisipasi masyarakat (termasuk sektor swasta) yang berasal dari dalam maupun luar negeri yang memberikan peran besar dalam percepatan penanganan Covid-19. Bentuk partisipasi masyarakat diwujudkan dalam bentuk pemberian sumbangan baik berupa uang, barang habis pakai, maupun barang modal kepada Pemda maupun institusi pemerintah yang terkait.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah mengeluarkan surat Nomor B/1939/GAH.OO/01-10/04/2020 tanggal 14 April 2020 perihal Penerimaan Sumbangan/Hibah dari Masyararakat oleh Lembaga Pemerintah, sebagai acuan dalam penerimaan sumbangan/hibah dari masyarakat yang antara lain menyatakan bahwa sumbangan bantuan bencana dalam pelbagai bentuk sepanjang ditujukan kepada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah maupun insititusi pemerintah bukan termasuk gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, sumbangan tersebut tetap dapat diterima dan karena bukan tergolong gratifikasi yang dilarang, tidak perlu dilaporkan ke KPK sebagaimana diatur juga dalam Pasal 2 Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi. Lembaga/institusi pemerintah sebagai penerima sumbangan, perlu memastikan bahwa tujuan pemberian sumbangan adalah ditujukan kepada lembaga/institusi, bukan ditujukan kepada individu pegawai negeri/penyelenggara negara[10].

Selain itu, dengan diterbitkannya regulasi terkait pengelolaan keuangan daerah dengan mempermudah proses penganggaran, pelaksanaan, serta pelaporan atas penerimaan dan belanja Covid-19 oleh Pemda diharapkan dapat mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, dan sebagai perwujudan bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan:

  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana;

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah;

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

  6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah;

  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2020 tentang Pengutamaan

    Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi, dan Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2020 tentang Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi, dan Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

  8. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Anggaran, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

 

Internet

https://inspektorat.madiunkota.go.id, “Sumbangan/Hibah dari Masyarakat”, tanggal 16 April 2020.

 

Disclaimer:

Seluruh informasi yang disediakan dalam Tulisan Hukum ini adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi.

[1] Pasal 4 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.

[2] Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.

[3] Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.

[4] Pasal 19 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.

[5] Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah.

[6] Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah.

[7] Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah.

[8] Lampiran, huruf B, angka 3 Permendagri Nomor 39 Tahun 2020 tentang Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi, dan Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 26 Tahun 2021.

[9] Lampiran, huruf B, angka 4 Permendagri Nomor 39 Tahun 2020 tentang Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi, dan Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 26 Tahun 2021.

[10] https://inspektorat.madiunkota.go.id, “Sumbangan/Hibah dari Masyarakat”, 16 April 2020.

Download file disini