Masyarakat kini menyoroti keberadaan pemerintahan Desa Aedan Raya Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah. Menurut salah seorang tokoh masyarakat, yang juga Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Aedan Raya, Agris Raintama, desa ini menjadi sorotan lantaran begitu banyak terjadi pungutan liar (Pungli), dan proyek-proyek pembangunan yang bermasalah, diduga dilakukan oleh Pemerintah Desa Aedan Raya.
Dia menyoroti mulai dari persoalan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar di Desa Aedan Raya, yang proses Pilkadesnya janggal dan improsedural. Dijelaskan Agris, biasanya dalam aturan itu, enam bulan sebelum berakhirnya masa jabatan itu harus memasukan Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Desa (LPPD). Nah itu tidak terjadi, tidak dilakukan.
Selaku Ketua BPD, Agris Raintama menyurat kepada Pemerintah Kecamatan kemudian kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parimo, mengenai dugaan berbagai kasus penyelewengan keuangan desa dan permasalahan pembangunan desa. “ Karena kami dari lembaga BPD Desa Aedan Raya berhak untuk meminta keterangan LPPD tersebut dari Pemerintah Desa, “ tutur Agris Raintama.
Hal itu ternyata tidak terjadi. Itupun kalau terjadi dia harus menggelar rapat pleno LPPD-nya. “ Harus ada rapat pleno. Itupun tidak terjadi. Tidak dilakukan, “ ungkapnya.
Yang terjadi justeru sekarang LPPD-nya itu masuk setelah masa jabatan berakhir dua bulan. Sudah kedaluarsa. Dimasukkan pada jam-jam krusial. Pemasukan berkas, sekitar dua jam mau ditutup baru memasukan berkas.
Dikatakan Agris, incumbent punya kelebihan kalau mau maju kembali dia harus memasukan LPPD-nya. Sebab Ridwan Yusuf adalah Kepala Desa yang maju kembali sebagai calon Kepala Desa (Kades), atau disebut dengan incumbent.
“ Yang lebih krusial lagi. Oleh pihak kecamatan mengatakan bahwa yang penting persyaratannya sudah masuk. Masalah isinya bukan menjadi persyaratan. Ini sangat memprihatinkan pernyataan dari Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Kecamatan. Panitia tidak tegas, tidak membatasi waktu dan tidak memperhatikan kualitas dari seorang calon Kepala Desa. Harusnya beretika. Kalau disuruh memasukan berkas jam sekian, berarti segera memasukan berkas, jangan masih ditunggu lagi.
Agris menilai, Pemerintah Kecamatan tidak memiliki ketegasan melihat seorang calon yang terlambat, dan berkompromi dengan berkas yang tidak diperiksa apakan memenuhi syarat atau tidak. Misalnya syarat KTP, KK, atau pendidikannya.
“ Pemerintah kecamatan terkesan begitu gampang memberikan peluang kepada seorang calon yang kami nilai bermasalah, “ bebernya.
Ditanyakan soal batas waktu, berapa lama batas waktu pemasukan berkas calon. Dikatakan oleh Agris sudah diatur oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD). Pemilihan memang punya batas waktu. Juga syarat-syarat untuk menjadi calon Kades dari sisi administrasi dan kesehatan, pendidikan, catatan kepolisian, dan sebagainya.
Ridwan Yusuf, sebagai incumbent untuk maju kembali. Diprotes oleh Kepala BPD, Agris Raintama, mengatakan kenapa syarat memasukan LPPD seperti gampang saja. Tidak dievaluasi LPPD-nya oleh warga desa.
“ Karena itu saya menyurat ke kabupaten melalui Camat. Dalam surat itu, setelah saya terima LPPD-nya saya evaluasi dua hari. Ternyata dalam LPPD terdapat pembohongan publik, “ ujarnya.
Pertanyaannya, kata Agris, peraturan hanya menyebut bahwa yang penting so kase masuk LPPD itu. Apakah ada aturannya seperti itu. Apakah betul aturan ini? Apakah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) atau bagaimana. Seperti yang dikatakan pantia, bahwa yang penting masuk pesyaratannya, tidak penting isinya.
“Surat laporan evaluasi sudah saya masukkan ke Kabupaten, dan Inspektorat, “ ucap Agris. “ Kami tidak terima LPPD Desa Aedan Raya, “ tegasnya.
Agris juga mengungkapkan, warga Desa Aedan Raya bukan dianggap sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Lihat saja enam tahun LPPD-nya hanya model begini. LLPD Desa enam tahun. Sepertinya kami warga Desa Aedan Raya dianggap bukan warga desa, karena semua ditulis nol besar.
“ Kenapa saya bilang LPPD tahun 2021, coba lihat kita WNI nol semua dalam laporan. Juga, dalam LPPD disebut ada pemuda-pemuda beragama Budha dan Hindu. Nah di Desa Aedan Raya cuma ada agama nasrani dengan muslim. Tetapi di LPPD dilaporkan ada penduduk beragama Budha, Hindu, dan Tionghoa. Dia tulis di laporan ada, ada, dan ada. Padahal tidak ada warga desa kita beragama Budha, Hindu, atau Tionghoa, “ paparnya.
Dijelaskannya, kenapa dikatakan terjadi pembohongan publik. Bahwa Desa Aedan Raya punya potensi yang sudah ada dan masih perlu dikembangkan lagi. “Berarti potensi itu sudah ada. Nah pertanyaannya apa semua potensi yang sudah ada itu. Ditulis di situ ada Pasar Desa. Nah desa kita inikan tidak punya Pasar Desa. “ Tidak ada Pasar di Desa Aedan Raya, “ sebutnya.
Kemudian, dia (Kades, red) bilang dalam LPPD, selain penanaman padi dan jagung, masyarakat juga menanam sayur-sayuran. Begitu dicek, kita tidak punya sawah disana.
“ Makanya saya dalam situasi begini, saya tidak mau sia-siakan ini, perjuangannya masyarakat ini, “ tegasnya.
Kemudian, Agris juga membuka laporan tahun 2021, ada hubungannya semua. Sesudah dirubah, laporan LDPP sebelum dirubah. Setelah dirubah.
“Mengapa saya tulis sebelum dirubah. Pertama, mereka kasih ke saya, itu ada di dalam sini pembangunan rumah ditulis 100 persen. Padahal begitu kita cek masih ada yang dipondasi. Belum kelar semua. Bahkan di kuitansi ada rokok dan segala macam. Ini yang dibilang 100 persen pak. Setelah diantar, saya cek dan saya foto. Rehab rumah tidak layak huni. Begitu dicek, baru dipondasi. Kemudian mereka bikin (setelah dirubah) 79 persen, “ ujarnya.
Kalau dikatakan sebelum dia rubah, kemudian satu angka saja dia rubah pasti saldonya sama. Tapi ini tidak, yang diganti cuma persentase pembangunan rumah layak huni itu.
Pembuatan jamban desa, MCK, masing-masing item ada yang beranggaran Rp 50 juta, dan bervariasi. Tidak ada papan proyeknya. Pembangunan bak air bersih 5×5 meter yang mubasir tidak digunakan lagi, hanya dibiarkan terbengkalai dipenuhi semak-semak.
Sumber : radarsulteng.id