Mercusuar, 2 Oktober 2009
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan SUlteng diminta mengaudit penggunaan dana Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), khususnya pada pelaksanaan Pelaksanaan pelatnas 2008 lalu senilai Rp11 Miliar.
Permintaan itu berangkat dari kegelisahan terhadap proses penanganan kasus dugaan penyelewengan dana KONI, yang dinilai sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Sulteng, aparat kepolisian terkesan tidak sungguh-sungguh menangani kasus tersebut.
Hal ini dibuktikan berdasarkan pernyataan Kapolda Brigjend Pol Suparni Parto pada Mercusuar Edisi (1/10), bahwa pihak polda belum menemukan adanya dugaan korupsi. Bahkan ia meminta sejumlah pihak untuk melaporkan jika ada temuan yang menguatkan terjadinya indikasi penyalahgunaan dana itu, termasuk media massa.
“Kalau saya nilai Kapolda tidak bijak mengatakan itu,” kata direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulawesi Tengah Muh Masykur, di ruang kerjanya, Kamis (1/10). Justru, kata Theo sapaan akrabnya, sudah sejak awal pihak kepolisian sudah menemukan adanya dugaan awal terjadinya penyelewengan penggunaan dana KONI yang bernilai miliaran rupiah itu. ” Sehingga penyidik polda melakukan proses penyelidikan, pendalaman hingga pengembangan kasus itu dengan menghadirkan sekaligus meminta keterangan sejumlah saksi. Apa landasannya sehingga memamanggil dan memeriksa saksi, jika tidak ada dugaan awal,” tanya Theo.
Sebagai aparat penegak hukum kata Theo, seharusnya lebih maksimal dalam melakukan penyidikan terkait kasus itu. Bahkan menurutnya, juka ditelusuri lebih jauh sesuai pernyataan sejumlah pengurus provinsi (pengprov) KONI pada sejumlah media dapat dijadikan pintu masuk untuk mendalami kasus itu. “Bukti nanti ada bukti-bukti penguat baru kepolisian bertindak. Tapi dari sejumlah pernyataan pihak yang bisa dipercaya dapat menjadi acuan untuk ditindaklanjuti,” saran Theo.
Melihat kondisi itu kata Theo, sudah seharusnya BPK mengambil langkah untuk melakukan audit penggunaan dana Rp11 miliar itu, sehingga semua menjadi jelas. “Karena publik juga berhak untuk mengetahui penggunaan dana itu, apalagi berasal dari APBD provinsi. Jika dibiarkan saya kuatir hal tersebut akan menjadi polemik berkepanjangan. BPK perlu turun tangan melakukan audit investigasi untuk tujuan tertentu.” cetusnya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng Ahmar Welang, juga mendesak agar kasus itu tidak hanya berhenti ‘di tengah jalan’,”Kalau memang ada bukti kuat, lanjutkan. Sejak awal tentunya ada asumsi bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam penggunaan dana itu, kemudian ditingkatkan pada penyelidikan. Jika tidak cukup bukti Polda harus meng-SP3-kan kasus itu. Supaya masyarakat dapat mengetahui persis kasus itu,” ujar Umar panggilan akrabnya.
Pada kesempatan itu, ia juga menghargai proses penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian. “Memang sudah benar apa yang dilakukan penyidik, tapi jangan sampai kasus itu dilepaskan begitu saja tanpa ada alasan yang jelas, sehingga lagi-lagi saya bilang kalau tidak cukup bukti kuat Polda harus keluarkan SP3,” saran Amar.
Selain itu ia juga sependapat jika BPK harus turun tangan untuk mengaudit penggunaan dana itu, sebab hal itu sudah merupakan tugas BPK, apalagi kucuran dana itu berasal dari APBD.