Mercusuar, 16 September 2009
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang masih saja amburadul dan melanggar peraturan perundang-undangan. Berdasarkan, pemeriksaan atas 293 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2008 dan satu LKPD tahun 2007 oleh BPK ternyata menghasilkan 8 LKPD mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WDP), 217 LKPD Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 21 LKPD TIdak Wajar (TW) dan 47 LKPD Disclaimer.
Demikian disampaikan Ketua BPK, Anwar Nasution dalam pidatonya pada penyerahan ikhtisar hasil pemeriksaan semester I tahun anggaran 2009 kepada DPR-RI di Gedung DPR-RI, Jakarta, Selasa (15/09).
“Perkembangan LKPD, permasalahan yang masih dijumpai terkait dengan temuan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan diantaranya sistem informasi akuntansi dan pelaporan yang tidak memadai, perencanaan anggaran kegiatan yang tidak tepat dan kelebihan pembayaran tunjangan,” papar Anwar.
Anwar menambahkan pada semester I-2009, pemeriksaan kinerja hanya dilaksanakan terhadap dua objek pemeriksaan. Yaitu pemeriksaan kinerja atas pengendalian pencemaran air sungai Ciliwung dan pengelolaan badan pengawasan nasional penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (BNP2TKI).
Dikatakan Anwar, hasil pemeriksaan kinerja menunjukan bahwa pengendalian pencemaran air sungai Ciliwung kurang efektif. Sementara itu, pemeriksaan BNP2TKI, BPK menemukan antara lain adanya ketidakoptimalan dalam pengawasan TKI oleh BNP2TKI dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi karena keduanya belum memiliki pemahaman yang sama dan mekanisme koordinasi yang memadai.
Lebih lanjut Anwar mengatakan, pemeriksaan dengan tujuan tertentu juga dilakukan dengan tujuan tertentu meliputi 103 obyek pemeriksaan yang terdiri dari 46 obyek pemeriksaan pada pemerintah pusat.
Kemudian 36 obyek pemeriksaan pada pemerintah, provinsi, kabupaten, kota. 16 obyek pemeriksaan pada BUMN, 5 obyek pemeriksaan BUMD. Ia menekankan temuan signifikan dari pemeriksaan dengan tujuan tertentu antara lain di Kejagung, terdapat uang pengganti senilai Rp 5 triliun dsn US$ 293 juta.
“Serta denda senilai Rp 30 miliar di lingkungan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta belum bisa ditagih,” jelasnya.
Ditambah, lanjut Anwar, di Departemen Kehutanan terdapat kelebihan pembayaran biaya jasa pemeliharaan (Jasper) sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) tahun 2007 dan 2008 senilai hampir Rp. 17 miliar. DTC